Tuesday, 2 April 2019

“Takdir Saya Ternyata Menjadi Guru”

Foto ilustrasi: Mukti Mulyana

 

Artikel ini merupakan bagian dari seri "Catatan Perjalanan Guru” dengan tema motivasi menjadi guru.

 

Waktu kecil saya tidak pernah bercita-cita atau berharap kelak menjadi guru. Cita-cita saya dulu menjadi pengusaha atau bekerja kantoran. Setiap hari berpakaian rapi, memakai dasi, wangi, kelihatan seperti eksekutif muda. Seperti orang-orang yang bekerja di bank.

Setelah memantapkan hati untuk mengejar cita-cita tersebut, saya mendaftarkan diri pada program seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN). Saya memilih jurusan manajemen dan perbankan di Universitas Airlangga, Surabaya dan di Universitas Negeri Malang.

Sebelum mendaftarkan diri ikut SNMPTN, saya sempat berbincang dengan orang tua tentang cita-cita dan harapan saya di masa depan. Waktu itu, saya sekaligus minta restu untuk mendaftar di kedua kampus yang saya tuju. Namun, orang tua justru memberi masukan agar saya mengambil jurusan pendidikan guru sekolah dasar (PGSD) di Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Menurut mereka, dengan menjadi guru, saya tidak akan bekerja jauh dari keluarga. Selain itu, bekerja sebagai guru juga tidak berat dari segi fisik, dan merupakan perbuatan mulia karena mengajarkan ilmu kepada orang lain.

Respons dari orang tua itu saya anggap sebagai sinyal bahwa mereka tidak merestui kedua pilihan utama saya. Meskipun demikian, saya tetap kukuh dengan pilihan saya. Saat hari pengumuman SNMPTN tiba, saya dinyatakan tidak lolos seleksi. Saya pun merenung dan mengevaluasi faktor apa yang membuat saya tidak lolos seleksi.

 

Menuruti permintaan orang tua

Beberapa kali saya mendengarkan ceramah yang menyatakan rida Allah adalah rida orang tua. Mungkin itulah faktor yang membuat saya tidak mendapatkan jurusan yang saya inginkan lewat SNMPTN. Saya lalu mencoba jalur seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (SBMPTN). Kali ini saya memutuskan untuk menuruti kemauan orang tua, apa pun itu. Ternyata mereka tetap ingin saya mendaftar di Jurusan PGSD Unesa. Artinya, mereka memang ingin saya nantinya bekerja sebagai guru.

Kenapa saya akhirnya memilih untuk menuruti keinginan orang tua? Saya yakin keputusan orang tua akan membawa manfaat dan berkah karena rida orang tua adalah rida Allah. Jadi waktu itu saya berpikir seandainya tidak diterima di Jurusan PGSD Unesa pun, akan tetap ada berkahnya karena saya sudah menuruti keinginan orang tua.

Waktu hari pengumuman SBMPTN tiba, saya menemukan nama saya diterima di Jurusan PGSD Unesa. Luar biasa, pikir saya waktu itu. Mungkin ini karena rida kedua orang tua saya. Walaupun jurusan tersebut bukan pilihan utama saya, namun, ada perasaan bangga karena berhasil lolos SBMPTN. Saya pun bertekad menjadi mahasiswa yang baik dan tidak akan mengecewakan orang tua.

Saya belajar banyak di Jurusan PGSD Unesa. Saya belajar menjadi guru yang menguasai keterampilan pedagogis, serta membentuk kepribadian yang baik agar kelak dapat menjadi contoh bagi anak didik. Saya pun mulai merasa profesi guru bisa menyenangkan, meskipun disertai dengan banyak tuntutan.

Banyak kutipan yang memotivasi saya sebagai guru, salah satunya dari K.H. Maimun Zubair (Pimpinan Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang): Yang paling hebat bagi seorang guru adalah mendidik dan rekreasi yang paling indah adalah mengajar. Ketika melihat murid-murid yang menjengkelkan dan melelahkan, terkadang hati teruji kesabarannya, namun, hadirkanlah gambaran bahwa satu di antara dari mereka kelak akan menarik tangan kita menuju surga.

Motivasi juga datang dari lingkungan sekitar, terutama dari teman-teman yang juga menjadi guru. Pada akhirnya saya merasa nyaman dan menyukai profesi ini. Yang paling saya sukai adalah saya bekerja dengan anak-anak yang [karakternya] bervariasi. Menjadi guru tidak pernah membosankan, selalu saja ada keunikan dan tingkah lucu dari anak didik.

 

 

* Catatan ini ditulis oleh BR, guru SD yang berasal dari Provinsi Jawa Timur.

** Semua tulisan yang dipublikasikan dalam Catatan Perjalanan Guru merupakan pandangan penulis, telah melalui proses penyuntingan untuk keperluan penulisan populer, dan tidak mewakili pandangan Program RISE di Indonesia ataupun penyandang dana RISE.