Tuesday, 28 July 2020

Beban Administrasi Penghambat Inovasi

Foto ilustrasi: Novita Eka Syaputri

 

Artikel ini merupakan bagian dari seri "Catatan Perjalanan Guru” dengan tema peraturan atau kebijakan yang ingin diubah.

 

Dunia pendidikan mulai membuka mata ketika Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI (Mendikbud) Nadiem Makarim berpidato saat memperingati Hari Guru. Dalam pidatonya, Mendikbud menyentil banyaknya tugas guru yang bersifat administratif. Guru dituntut untuk mengerjakan berbagai tugas administrasi yang menyita waktu sehingga mengurangi tupoksinya dalam mengajar dan berinovasi di kelas.

Polemik tugas administratif guru ini sebenarnya bukan hal yang sederhana. Makin kompleks urusan administrasi, maka guru pun makin tidak fokus dalam mengajar.

Contohnya dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kurikulum 2013 (K-13). Satu RPP terdiri dari beberapa lembar. Tidak bisa dibayangkan berapa lama waktu yang dibutuhkan guru hanya untuk menyusun satu RPP. Belum lagi dalam penyusunan evaluasi yang sangat banyak dan prosedur penilaian yang sangat bertele-tele.

 

Guru Harus Lembur

Sekarang terbit kebijakan baru tentang penerapan RPP 1 lembar. Namun, apakah penggunaan RPP satu lembar akan lebih efektif atau masih sekadar formalitas?

Penyusunan RPP hanyalah sebagian kecil dari berbagai tugas administratif guru. Masih banyak tugas lain dan tugas tambahan khusus. Misalnya, di sekolah-sekolah di daerah bukan perkotaan yang belum memiliki staf tata usaha, guru kelaslah yang terpaksa merangkap sebagai operator Data Pokok Pendidikan (DAPODIK), operator Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA), dan operator ASET. Sudah tidak bisa dibayangkan lagi berapa banyak waktu guru tersita untuk mengerjakan semua tugas administratif itu.

Sering kali tugas tersebut tidak cukup dikerjakan di sekolah saja. Guru-guru masih harus lembur di rumah, bahkan sampai tidak tidur ketika dikejar deadline. Guru pun merasa mendapatkan banyak tekanan dan tuntutan dari berbagai tugas yang terus berdatangan. Sungguh tidak masuk akal ketika guru dituntut untuk berinovasi di dalam kelas karena tenaga dan pikirannya habis tercurah pada beban administrasi yang begitu banyak.

 

Perlu Peran Serta Seluruh Masyarakat

Mendikbud baru-baru ini meluncurkan kebijakan Merdeka Belajar. Melalui kebijakan tersebut, guru diharapkan untuk fokus mengajar dan memantapkan karakter peserta didik. Guru akan fokus mengajar jika tidak memiliki beban tugas administratif yang banyak, tidak dalam keadaan tertekan, dan juga tidak dalam keadaan ditekan.

Ketika guru dapat merdeka belajar, maka akan mudah untuk mengembangkan inovasi dalam pendidikan. Peserta didik pun akan merasa nyaman dan juga merdeka dalam belajar. Tujuan pendidikan pun akan tercapai.

Untuk bisa mewujudkan semua itu, tidak cukup perbaikan hanya pada pengurangan tugas administratif guru. Dibutuhkan perbaikan secara menyeluruh, mulai dari aspek kebijakan, anggaran, infrastruktur, koordinasi pemerintah pusat dan daerah, manajemen sekolah, hingga perbaikan di lingkungan belajar siswa.

Pendidikan Indonesia akan menjadi baik bukan karena peranan dari pemerintah pusat semata. Setiap aspek juga perlu mempunyai andil dalam proses merdeka belajar. Karena majunya pendidikan adalah tanggung jawab seluruh elemen masyarakat.

 

* Catatan ini ditulis oleh UDA, guru SD di Provinsi Jawa Tengah.

** Semua tulisan yang dipublikasikan dalam Catatan Perjalanan Guru merupakan pandangan penulis, telah melalui proses penyuntingan untuk keperluan penulisan populer, dan tidak mewakili pandangan Program RISE di Indonesia ataupun penyandang dana RISE.


Bagikan Postingan Ini