Wednesday, 30 December 2020

Pembelajaran Non-Pedagogi

Foto ilustrasi: Novita Eka Syaputri

 

Artikel ini merupakan bagian dari seri "Catatan Perjalanan Guru” dengan tema pembelajaran yang didapat selama satu tahun mengajar.

 

Sebelum bekerja sebagai guru, saya berkuliah dan mengikuti pendidikan profesi. Setelah menamatkan keduanya, saya masih terus belajar melalui pengalaman mengajar secara langsung. Proses pembelajaran yang tak pernah usai ini menurut saya penting agar saya dapat menjadi guru yang lebih baik lagi ke depannya.

Pentingnya Mengonfirmasi

Pembelajaran yang saya lalui dalam mengajar tidak selalu berhubungan dengan pedagogi. Ada satu contoh kejadian. Suatu hari setelah jam pelajaran Pendidikan Jasmani Olah Raga dan Kesehatan, saya memasuki ruang kelas. Alih-alih disambut oleh salam dari para siswa, saya melihat mereka mengerubungi seorang siswa yang sedang menangis sambil berbaring di lantai—sebut saja si A.

Saya mendekati A dan memintanya untuk tenang. Tak lama, A mengatakan bahwa ia habis dipukul di bagian dada oleh teman sekelasnya—sebut saja si B. Saya lalu mengonfirmasi hal ini kepada B, yang mengakui bahwa ia memang memukul A karena A terus mengganggunya selama pelajaran olah raga.

Saya lalu menjelaskan kepada B bahwa dalam keadaan apa pun tidak boleh ada kekerasan di antara siswa. B kemudian meminta maaf kepada A dan mereka berdua berbaikan. A mengatakan tidak ada bagian tubuhnya yang sakit dan ia tetap ingin terus mengikuti pembelajaran. Setelah pembelajaran selesai, saya memutuskan untuk tidak memberi tahu orang tua kedua siswa tersebut karena saya pikir masalahnya sudah selesai.

Namun, malam harinya, orang tua A mengirim pesan singkat kepada saya tentang kejadian tersebut dan mengatakan dada anaknya sakit dan berwarna biru. Saya tentu kaget mendengarnya karena sebelumnya A terlihat baik-baik saja.

Keesokan harinya saya menceritakan kejadian antara A dan B, dan pesan singkat orang tua A kepada guru lain yang pernah mengalami kejadian serupa. Guru tersebut menasihati saya agar tetap tenang dan mengonfirmasi apa yang disampaikan oleh wali murid A. Ia mengingatkan saya agar jangan sampai mengambil langkah tanpa melakukan konfirmasi terlebih dulu.

Saya lalu menemui A dan memintanya untuk memperlihatkan bagian tubuh yang dipukul B. Setelah saya perhatikan, ternyata tidak ada lebam dan A juga bilang ia tidak merasa kesakitan. Selanjutnya, saya menghubungi wali murid B dan memberi tahu kejadian antara A dan B sebelumnya.

 

Sharing dengan Sesama Guru

Dari kejadian itu saya menyadari betapa pentingnya berkonsultasi kepada sesama guru dalam menghadapi suatu masalah. Di sekolah, saya dan rekan-rekan guru sering sharing cerita maupun masukan bila ada guru yang menghadapi suatu persoalan di kelasnya. Cara ini membuat permasalahan yang dihadapi terasa lebih ringan dan dapat cepat diatasi.

Selain itu, di sekolah tempat saya mengajar juga sering diadakan kegiatan kelompok kerja guru (KKG) untuk menunjang pembelajaran. Contoh kegiatan dalam KKG yaitu membuat soal maupun kisi-kisi untuk penilaian akhir semester (PAS). Dari kegiatan itu saya menjadi tahu cara menyusun soal untuk PAS dan dapat mempraktikkannya sendiri bila suatu hari diperlukan.

 

* Catatan ini ditulis oleh RO guru SD di Provinsi Jawa Barat.

** Semua tulisan yang dipublikasikan dalam Catatan Perjalanan Guru merupakan pandangan penulis, telah melalui proses penyuntingan untuk keperluan penulisan populer, dan tidak mewakili pandangan Program RISE di Indonesia ataupun penyandang dana RISE.


Bagikan Postingan Ini