Tuesday, 7 January 2020

Yang Penting Bekerja sebagai Guru

Foto ilustrasi: Novita Eka Syaputri

 

Artikel ini merupakan bagian dari seri "Catatan Perjalanan Guru” dengan tema berliku-liku mendapatkan pekerjaan sebagai guru.

 

Setelah selesai menjalani Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) pada 2018, saya harus kembali ke kehidupan nyata, yaitu terjun ke dunia kerja. Saya pun bergegas mencari pekerjaan sebagai guru.

Pada saat itu, saya berpikiran yang penting harus mendapat pekerjaan sebagai guru, berapa pun gajinya. Saya mencari informasi lowongan lewat berbagai cara, mulai dari bertanya kepada teman dan kakak angkatan, serta lewat media sosial seperti Facebook dan Instagram, dan aplikasi pesan singkat WhatsApp.

Saya lalu membuat daftar sekolah yang saya anggap bonafide dan prospektif, kemudian mengirimkan lamaran ke sekolah-sekolah tersebut. Saya juga mengirimkan lamaran ke Dinas Pendidikan (disdik) Kota Surabaya. Menurut peraturan di Surabaya, siapa pun yang ingin menjadi guru di sekolah negeri (SD dan SMP) harus mengirimkan lamaran ke Disdik Kota Surabaya. Sekolah negeri di Surabaya tidak bisa merekrut guru secara langsung.

Setelah beberapa minggu menunggu, saya mendapat panggilan dari satu sekolah swasta Islam untuk mengikuti tes masuk. Tak lama, saya juga mendapat panggilan dari dua sekolah Islam lain untuk mengikuti seleksi. Setelah menimbang-nimbang, saya memutuskan untuk mengikuti tes di sekolah pertama dan ketiga. Saya menjalani serangkaian tes, seperti kemampuan bidang; tes tulis keagamaan; tes tulis psikologi; tes praktik wudu, salat, membaca Quran; tes microteaching kurikulum nasional dan dalam bahasa Inggris, tes wawancara psikologi, dan tes wawancara dengan direktur yayasan.

Dari kedua tes itu, sekolah ketiga yang pertama menerima saya; saya pun langsung menandatangani kontrak perjanjian kerja. Memasuki hari keempat bekerja sebagai guru di sekolah tersebut, saya dihubungi oleh sekolah pertama yang menyatakan saya diterima untuk menjadi guru di sana. Namun, karena saya sudah terikat perjanjian kerja dengan sekolah ketiga, saya tidak bisa menerima tawaran tersebut.

Saya bekerja di sekolah swasta Islam itu selama lima bulan dan menemukan kenyamanan tersendiri. Saya juga mendapat banyak sekali pengalaman, pengetahuan, dan kebahagiaan. Di sana saya bertemu dengan wakil direktur, kepala sekolah, guru, dan karyawan yang baik hati, lucu, bisa mengemong, memilki nilai keagamaan yang kuat, dan nilai kekeluargaan yang harmonis.

Pengalaman mengajar saya ternyata tak berhenti di situ. Lamaran saya ke Disdik Kota Surabaya mendapat respons; mereka meminta saya mengikuti proses seleksi guru yang terdiri dari tes administrasi, tes tulis kemampuan bidang dan seleksi kompetensi dasar (SKD), tes psikologi tulis, tes mengajar (pre-teaching), dan tes wawancara.

Mengajar di sekolah negeri merupakan keinginan saya sejak awal. Oleh karena itu, saya pun menemui direktur, kepala sekolah, dan kepala personalia di tempat saya mengajar untuk mengajukan pengunduran diri. Meski dengan berat hati, mereka akhirnya bersedia melepas saya.

Setelah menjalani seluruh rangkaian tes yang diselenggarakan oleh Disdik Kota Surabaya, saya dinyatakan lulus. Per Juli 2019 saya berstatus sebagai pegawai kontrak Disdik Kota Surabaya dan ditempatkan di salah satu SD negeri. Saya senang sekali bisa bertemu dengan teman baru, siswa baru, dan lingkungan baru.

Semoga di mana pun saya mengajar, saya bisa bermanfaat bagi orang lain dan lingkungan di sekitar saya.

 

* Catatan ini ditulis oleh BR, guru SD di Provinsi Jawa Timur.

** Semua tulisan yang dipublikasikan dalam Catatan Perjalanan Guru merupakan pandangan penulis, telah melalui proses penyuntingan untuk keperluan penulisan populer, dan tidak mewakili pandangan Program RISE di Indonesia ataupun penyandang dana RISE.


Bagikan Postingan Ini